BAB I
PENDAHULUAN
Metode penjualan angsuran
pada mulanya berasal dari penjualan rumah pada
perusahaan real estate, tetapi pada masa sekarang penjualan
dengan metode ini telah berkembang pada perusahaan yang bergerak dalam bidang
perdagangan kendaraan seperti mobil, motor; mesin; alat-alat rumah tangga
dan lainnya. Bahkan pada beberapa jenis industri metode penjualan angsuran ini
telah menjadi kunci utama dalam mencapai operasi skala besar.
Metode penjualan angsuran ini cukup
berkembang pesat dan disukai di kalangan usahawan dan juga di kalangan pembeli.
Bagi usahawan metode ini telah meningkatkan jumlah penjualan yang tentunya
meningkatkan laba, bagi pembeli mereka merasa lebih ringan dalam hal pembayaran
untuk melunasi barang yang dicicil tersebut.
Meskipun dengan metode ini resiko atas
tidak tertagihnya piutang akan meningkat, tetapi kelemahan metode ini dapat
diatasi dengan meningkatnya volume penjualan
perusahaan.
Bagi akuntan, penjualan angsuran
menimbulkan beberapa masalah. Masalah utama adalah : “membandingkan antara
beban dan pendapatan” (matching of costs and revenues), yaitu :
a. Apakah
laba kotor dari penjualan angsuran dianggap telah direalisasi pada saat
terjadinya penjualan ataukah harus diakui selama masa kontrak angsuran
tersebut?
b. Apa
yang harus dilakukan terhadap beban sehubungan dengan penjualan angsuran yang
terjadi pada periode setelah penjualan tersebut?
c. Bagaimana
menangani persoalan piutang usaha angsuran yang tidak dapat tertagih, pertukaran,
dan pemilikkan kembali barang angsuran?
BAB
II
PENJUALAN ANGSURAN
1) PENGERTIAN PENJUALAN
ANGSURAN
Penjualan angsuran adalah penjualan
barang atau jasa yang dilaksanakan dengan perjanjian dimana pembayaran
dilakukan secara bertahap atau berangsur. Biasanya pada saat barang atau jasa
diserahkan kepada pembeli, penjual menerima uang muka (down payment) sebagai
pembayaran pertama dan sisanya diangsur dengan beberapa kali angsuran. Karena
penjualan harus menunggu beberapa periode untuk menagih seluruh piutang
penjulannya, maka biasanya pihak penjual akan membebankan bunga atas saldo yang
belum diterimanya.
Penjualan angsuran dapat menimbulkan pertanyaan mengenai pola
yang layak dari penetapan pendapatan. Pendapatan ini biasanya ditetapkan atas
dasar akrual dalam periode dimana penjualan itu terjadi dalam kontrak yang
tidak dipaksakan untuk harus diterima, kemudia perkiraan penagihan yang
diterima pada periode yang panjang berada dalam ketidakpastian sehingga
disarankan agar penetapan pendapatan ditunda sampai probabilitas penagihan
dapat diperkirakan dengan layak.
2) JAMINAN BAGI PIHAK
PENJUAL
Pihak penjual biasanya melindungi diri dan memperoleh jaminan
kalau pihak pembeli gagal untuk menyelesaikan pembayaran menurut kontrak. Jika
harta pribadi dijual, maka resiko kerugian karena kegagalan pihak pembeli
menyelesaikan kontrak dapat diminimasi dengan pemilikian kembali atas harta
benda tersebut.
Untuk mengurangi barang angsuran
tersebut dari resiko terbakar atau hilang, pihak penjual dapat menetapkan
syarat bagi pembeli agar barang angsuran tersebut diasuransikan untuk
kepentingkan pihak penjual. Premi asuransi ditanggung oleh pembeli, jika barang
angsuran hilang atau terbakar, pihak asuransi akan membayar ganti rugi kepada
penjual dan bukan pembeli. Kadang kala mungkin jiwa dari pembeli diwajibkan
oleh penjual untuk diasuransikan dengan premi auransi atas tanggungan si
pembeli.
Jadi untuk melindungi kepentingan
penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak
pembeli, maka terdapat beberapa bentuk perjanjian atau kontrak penjualan
angsuran, sebagai berikut :
Ø Perjanjian
penjualan bersyarat (conditional sales contract), di mana barang-barang telah
diserahkan, tetapi hak atas barang-barang masih berada di tangan penjual sampai
seluruh pembayarannya sudah lunas.
Ø Pada
saat perjanjian ditandatangani dan pembayaran pertama telah dilakukan, hak
milik dapat diserahkan kapada pembeli, tetapi dengan menggadaikan atau
menghipotikan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kapada si
penjual.
Ø Hak
milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan “trust”
(trustee) sampai pembayaran harga penjualan dilunasi. Setelah pembayaran lunas
oleh pembeli, baru trustee menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada
pembeli. Perjanjian semacam ini dilakukan dengan membuat akta kepercayaan
(trust deed / trust indenture).
Ø Beli
sewa (lease-purchase) dimana barang-barang yang telah diserahkan kepada
pembeli. Pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah
dibayar lunas, baru sesudah itu hak milik berpidah kepada pembeli
3) METODE PENETAPAN LABA
KOTOR PADA PENJUALAN ANGSURAN
Untuk menghitung laba kotor dalam
penjualan angsuran pada prakteknya dapat dilakukan dengan dua metode,
yaitu :
Ø Pengakuan
Laba Kotor pada saat terjadinya penjualan angsuran.
Ø Pengakuan
Laba Kotor sejalan dengan realisasi penerimaan
kas.
1. Pengakuan Laba Kotor
Pada Saat Terjadinya Penjualan Angsuran
Dalam metode ini seluruh laba kotor
diakui pada saat terjadinya penjualan angsuran, atau dengan kata lain sama
seperti penjualan pada umumnya yang ditandai oleh timbulnya piutang/tagihan
kepada pelanggan. Apabila prosedur demikian diikuti maka sebagai konsekuensinya
pengakuan terhadap biaya-biaya yang berhubungan dam dapat diidentifikasikan
dengan pendapatan-pendapatan yang bersangkutan harus pula dilakukan.
Beban untuk pendapatan dalam periode
yang bersangkutan harus meliputi biaya-biaya yang diperkirakan akan terjadi
dalam hubungannya dengan pengumpulan piutang atas kontrak penjualan angsuran,
kemungkinan tidak dapatnya piutang itu direalisasikan maupun kemungkinan rugi
sebagai akibat pembatalan kontrak. Terhadap biaya yang ditaksir itu biasanya
dibentuk suatu rekeningCadangan Kerugian Piutang.
Jika barang tidak bergerak dijual secara
angsuran, perusahaan akan mendebit piutang usaha angsuran dan mengkredit
perkiraan aktiva yang bersangkutan serta mengkredit pula laba atas penjualan
aktiva tersebut.
Jurnalnya
adalah:
Piutang usaha angsuran
xxxxxx
Aktiva tak gerak
xxxxxx
Laba atas penjualan aktiva tak gerak
xxxxxx
2. Pengakuan
Laba Kotor sejalan dengan realisasi penerimaan kas.
Prosedur yang menghubungkan tingkat
keuntungan dengan realisasi penerimaan angsuran pada perjanjian penjualan
angsuran adalah:
Ø Penerimaan
pembayaran pertama dicatat sebagai pengembalian harga pokok (Cost) dari
barang-barang yang dijual atau service yang diserahkan, sesudah seluruh harga
pokok (Cost) kembali, maka penerimaan-penerimaan selanjutnya baru dicatat
sebagai keuntungan
Ø Penerimaan
pembayaran pertama dicatat sebagai realisasi keuntungan yang diperoleh sesuai
dengan kontrak penjualan; sesudah seluruh keuntungan yang ada terpenuhi, maka
penerimaan-penerimaan selanjutnya dicatat sebagai pengumpulan kembali atau
pengembalian harga pokok (Cost).
Ø Setiap
penerimaan pembayaran yang sesuai dengan perjanjian dicatat baik sebagai
pengembalian harga pokok (Cost) maupun sebagai realisasi keuntungan di dalam
perbandingan yang sesuai dengan posisi harga pokok dan keuntungan yang terjadi
pada saat perjanjian penjualan angsuran ditandatangani
4) METODE CICILAN
Pada penggunaan metode cicilan dalam perkiraan , maka selisih
antara harga jual kontrak dengan harga pokok penjualan dicatat sebagai laba
kotor yang ditangguhkan. Saldo ini ditetapkan sebagai pendapatan yang secara
berkala membandingkan periode penagihan uang kas terhadap harga jual. Penagihan
laba kotor, pada dasarnya menyatakan penangguhan hasil penjualan yang disertai
dengan pangguhan harga pokok penjualan, yang berkaitan dengan hasil penjualan
seperti itu. Penangguhan laba kotor dapat menyatakan penangguhan biaya
yang dikeluarkan dalam promosi penjualan cicilan.
Walaupun biaya barang dagangan dipandang sebagai nilai aktiva
yang dapat dikompensasi untuk tahun berikutnya, namun biaya penjualan dan
administrasi secara umum tidak dapat dibuat untuk nilai seperti itu. Kesulitan
yang serius akan kita jumpai dalam memilih biaya yang harus ditangguhkan dan
dalam menentukan prosedur pembebanan yang harus ditempuh dalam penggunaan
penangguhan tersebut.
Metode cicilan yang melaporkan laba kotor dapat digunakan untuk
tujuan pajak penghasilan dalam harta benda tidak bergerak pribadi oleh
agen-agen penjual secara teratur melakukan rencana penjualan cicilan. Wajib
pajak yang menerima pembayaran yang rendah setelah pajak untuk tahun dimana
penjualan itu terjadi dapat menggunakan metode dalam melaporkan kasual harta
benda tak bergerak pribadi yang keuntungan atas penjualan yang lain daripada
persediaan dan atas penjualan atau penempatan harta benda tak bergerak nyata,
biayanya tidak dapat ditangguhkan untuk tujuan pajak.
5) PENYUSUNAN
LAPORAN KEUANGAN PADA PENJUALAN ANGSURAN
Ø NERACA
Penyusunan neraca pada perusahan yang
melakukan penjualan nagsuran sama dengan penjualan biasa, hanya terdapat hal
yang harus dieprhatikan adalah:
a) Piutang
usaha angsuran biasanya dikelompokkan sebaagi aktiva lancar dan harus
dijelaskan pada penjelasan laporan keuangan atau dengan catatan kaki yang
mengungkapkan tanggal jatuh temponya. Hal ini dengan asumsi bahwa definisi dari
aktiva lancar adalah sumber-sumber yang diharapkan dapat direalisir menjadi kas
atau dijual. Maka jangka waktu piutang usaha angsuran tersebut diabaikan.
b) Laba
kotor yang belum direalisasikan dapat dikelompokkan:
· Kelompok
kewajiban atau pendapatan yang belum direalisasi.
· Pengurang
piutang usaha angsuran.
· Kelompok
modal yang menjadi bagian dari laba yang ditahan
Cara yang paling umum adalah laba kotor
yang belum direalisasi dicatat sebagai kelompok kewajiban.
Ø LAPORAN LABA RUGI
Di dalam penyusunan perhitungan
rugi/laba untuk penjualan angsuran, harus dipisahkan antara penjualan biasa
dengan angsuran. Laba kotor penjualan angsuran periode tersebut dikurangi dengan
saldo laba kotor yang belum direalisasi pada akhir periode, yang menghasilkan
laba kotor periode tersebut yang telah direalisasi.
6) PENJUALAN ANGSURAN
DENGAN TUKAR TAMBAH (TRADE- IN)
Dalam penjualan cicilan, perusahaan akan menerima barang tukar tambah
sebagai pembayaran sebagian atas kontrak penjualan cicilan baru. Jika jumlah
yang ditetapkan atas barang yang ditukarkan, merupakan nilai yang akan
memungkinkan perusahaan merealisasikan laba kotor normal atas penjualannya
kembali, maka tidak akan timbul masalah khusus. Barang tukar tambah dicatat
dengan nilai yang ditetapkan atas barang tersebut. Perkiraan kas di debet
dengan setiap pembayaran yang menyertai tukar tambah, perkiraan piutang usaha
cicilan didebet untuk saldo harga jual dan perkiraan penjualan cicilan di
kredit sebesar jumlah penjualan. Pemberian nilai tukar tambah sebenarnya
merupakan pengurangan atas harga jual dan perkiraan harus melaporkan kenyataan
ini dengan tepat. Barang tukar tambah harus dicatat dengan harga belinya,
selisih antara nilai tukar tambah dan nilai belinya bagi perusahaan harus
dilaporkan baik sebagai beban pada perkriaan nilai tukar lebih maupun sebagai
pengurangan dalam perkiraan penjualan angsuran.
7) Ketidakmampuan
Membayar dan Pemilikan Kembali
Ketidakmampuan membayar atas kontrak penjualan cicilan dan
pemilikan kembali barang yang telah dijual membutuhkan sebuah ayat jurnal dalam
buku pihak penjual, yang melaporkan barang dagangan yang diperolehnya kembali,
yang membatalkan piutang usaha cicilan beserta saldo laba kotor yang
ditangguhkan. Dan mencatat keuntungan atau kerugian atas pemilikan barang
kembali..
Jika sistem perseidaan perpectual diselenggarakan, maka barang
yang dimiliki kembali dibebankan pada saldo persediaan, jika diselenggarakan
secara periodik maka pemilikan kembali dicatat dalam perkiraan normal
tersendiri dan saldo ini ditambahkan pada pembelian dalam menghitung harga
pokok penjualan.
8) BUNGA
PADA PENJUALAN ANGSURAN
Dalam penjualan angsuran pihak penjual
biasanya juga memperhitungkan bunga atas saldo angsuran yang belum
dibayar disamping memperhitungkan laba.
Bunga dalam penjualan angsuran harus
dipisahkan dari pengakuan laba kotor dari hasil usaha bagi pihak penjual,
sedangkan untuk pihak pembeli unsur bunga harus dipisahkan dari harga perolehan
dari barang angsuran yang dimilikinya.
Dalam menghitung bunga, dapat dilakukan
denagn beberapa cara, yaitu:
v Bunga
dihitung dari saldo pokok pinjaman yang belum dilunasi selama jangka waktu
angsuran (bunga dihitung dari saldo menurun), disebut Long End Interest.
v Bunga
dihitung dari akumulasi pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo (tidak
termasuk uang muka) yang dihitung sejak pembayaran angsuran pertama sampai
dengan paling akhir, disebut Short End Interest.
v Bunga
dihitung secara anuitet. Setiap periode sama besarnya dan di dalam setiap
pembayaran angsuran mengandung unsure pelunasan angsuran dan bunga.
v Bunga
selama masa pembayran angsuran diitung dari harga kontrak awal setelah
diperhitungkan dnegan uang muka.
9) PENGAKUAN
LABA PENJUALAN ANGSURAN DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
Undang-undang
Perpajakan No. 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Menurut salah satu metode penjualan
angsuran bahwa laba kotor diakui sejalan dengan tagihan uang kas yang diterima,
sehingga laba kotor akan diakui untuk beberapa periode fiskal. Sedangkan
menurut pajak penghasilan sesuai dengan undang-undang no.7 bahwa laba hasrus
diakui pada saat penjualan dilakukan. Sehingga terdapat perbedaan persepsi
antara laba menurut metode penjualan angsuran dengan undang-undang pajak
penghasilan.
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia
pasal 9 tentang pajak penghasilan, yaitu:
Ø Dalam
Perhitungan rugi/laba, jumlah pajak penghasilan dapat dihitung berdasarkan laba
menurut akuntansi atau laba kena pajak, dengan tarif sebagaimana ditetapkan
oleh fiskus.
Ø Dalam
hal pajak penghasilan dihitung menurut laba akuntansi, selisih perhitungan
tersebut dengan hutang pajak (yang dihitung menurut laba kena pajak), yang
disebabkan “perbedaan waktu” pengakuan pendapatan dan beban untuk tujuan
akuntansi dengan tujuan pajak akan ditampung ke dalam pos “pajak penghasilan
yang ditangguhkan” dan dialokasikan pada beban pajak pengahsilan tahun-tahun
berikutnya. Sehingga dengan demikian jika perusahaan menghitung laba menurut
metode pengakuan laba kotor sejalan dengan penerimaan kas hasil penjualan
angsuran, maka selisih antara pajak penghasilan perusahaan dengan pajak
pengahsilan menurut fiskus ditampung dalam perkiraan pajak penghasilan yang
ditangguhkan (belum direlisasi).
Undang-undang
perpajakan No.8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak
penjualan atas barang mewah
Untuk perusahaan dagang umumnya dan
perusahaan dagang angsuran harus ditetapkan apakah perusahaan tersebut adalah
pengusaha kena pajak (PKP) atau non PKP.
Bila
perusahaan tersebut adalah PKP, maka untuk seluruh penjualan barang dagangnya
harus dikenakan PPN. Dan bila merupakan non PKP maka tidak boleh dipungut PPN.
PPN yang dikenakan atas nilai jual ini disebut sebagai PPN keluaran. Sedangkan
PPN atas barang yang dibeli merupakan PPN masukkan. PPN masukkan dapat
dikreditkan dengan PPN keluaran.
Selain itu perusahaan juga
membayar pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), bila barang yang dibeli
merupakan kategori barang mewah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar